Monday, February 15, 2010

My Friend Vina (1)



Aku punya teman, teman sepermainan*. Juga teman sekerja. Sejak aku masuk untuk diwawancara di SMAN 8, aku sudah kenalan dengan dia. Well, singkatnya, sejak September 2008 aku menjadi dekat dengan dia. Sejak dekat itu pula, aku membongkar banyak hal tentang dia. Pelan-pelan memang, tapi jujur aku hampir ga pernah mengorek hal-hal pribadinya dengan bertanya memaksa. Aku cuma nunggu dia untuk membuka semua ceritanya perlahan-lahan.
Jadi ceritanya, temanku ini, si Vina, memutuskan untuk berpisah dengan suami karena persoalan berat yang menurutku, saking beratnya, dia memang lebih baik pisah. She deserves a happiness, bukan siksaan lahir batin. Akhirnya, saat proses perceraian, suami pergi karena tidak berani mengurus semua urusan pengadilan. Sampai sekarang mereka masih lose contact.
Vina bukan orang asli Penajam. Dia menjadi pegawai di sini sejak sekitar 4 tahun lalu. Karena pembawaannya yang menarik, menyenangkan, ditambah prestasinya yang cemerlang, dia menjadi banyak kenal dan dikenal orang. Selama ini orang melihat dia tidak bersuami, hanya beranak satu. Tidak banyak tentunya, cerita yang bisa dia bagi ke sembarang orang.
Saking menarik dan menyenangkannya, banyak laki-laki baik yang tulus sampai yang sudah beristri namun masih gatal, mencoba mendekati dia. Hampir semua dia tolak, apalagi yang sudah beristri. Penolakan itu yang akhirnya berbuah perbuatan yang sangat tidak menyenangkan.
Padahal, pembawaan Vina yang terlalu baik dan menyenangkan adalah sifat asli yang menurut dia akhirnya menjadi sebuah kekurangan. Vina merasa kebaikannya menjadi bumerang yang setiap saat bisa membuatnya tidak beruntung. Akhirnya dia dimusuhi laki-laki yang sakit hati karena ditolak. Sementara anehnya, para perempuan—kebanyakan ibu-ibu, ikutan memusuhi dia dan menyebarkan banyak fitnah yang isinya adalah Vina seorang perempuan yang bisa ”dipakai” atau dijadikan objek pemuas laki-laki gatal dan dibayar.
Selama ini aku bingung mendengar ibu-ibu di SMAN 8 yang tiba-tiba ikut membicarakan dia jalang/bitch/bispak/dll. Wah, jelas-jelas ini tidak ada buktinya. Di Penajam, Vina tinggal dengan orangtua dan seorang anak yang sudah agak besar. Logikanya, mana mungkin orangtuanya mengizinkan dia untuk jadi bispak. Lagipula, setiap hari dia tidur di rumah. Kalau pun weekend ke Balikpapan, selalu bersama anak dan adiknya.
Jujur aku bingung, kalaupun ibu-ibu itu mendapatkan info tentang ke-bispak-an Vina, kan belum ada bukti. Tapi, kok berani ikut-ikutan menyebarkan info itu. Apakah mereka nggak merasa malu dan berdosa kalau suatu saat mereka tahu bahwa semua itu nggak benar?
*Lagu "Teman Tapi Mesra" (Maia Estianty)

True friends are there with you when the world may not be on your side.

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...