Wednesday, March 17, 2010

My Friend Vina (2)



Sebenarnya aku sudah malas membahas ini, tapi karena yakin ini menjadi telah bagian sejarah hidupku, maka kuputuskan untuk kubahas di sini. Kejadian ini sudah agak lama berlangsung sebenarnya. Sekitar 3 minggu lalu.
Waktu itu, aku mendekati Bu Suri, guru PAI. Dia yang sedang duduk di sofa di ruang kepala sekolah, aku datangi. Niatku waktu itu hanya untuk meminta rekomendasi dokter ObGyn. Setelah dia memberitahu, lalu dia melihat sekeliling dan berbicara lirih.
"Mbak, saya ada perlu dengan sampean, dari kemarin-kemarin sih."
Dia masih terlihat ragu-ragu untuk membicarakan itu, lalu mengawasi sekeliling. Aku mau nggak mau juga mengawasi sekeliling. Bu Suri seperti ingin membocorkan rahasia penting, tapi merasa nyawanya terancam, tetapi benar-benar ingin membocorkan rahasia itu. Aku menunggu.
"Kenapa," tanyaku, "Apa tentang nilai agama anak-anak IPA?"
"Bukan."
Dia merasa tidak nyaman, lalu membenamkan kepalanya dekat sekali dengan kepalaku. Aku merasa aneh.
"Itu lho, tentang Mbak Vina, saya sumpah, saya tidak enak sekali bertanya ini."
Aku dalam hati langsung berpikir: Oh, that! I've shouldve known where it goes.
Aku tersenyum basi. "Kenapa? bisa dipakai?"
"Iya, Mbak. Aku tidak enak sekali mendengar mereka bicara tentang Mbak Vina."
"Mereka bilang apa?"
"Yah, begitu Mbak, bisa dibawa, dipakai. Wah Mbak, sampean kalau dengar mereka bicara, rasanya sakiiiit sekali. Saya kok rasanya tidak percaya mendengar apa yang mereka bilang tentang Mbak Vina itu. Tapi mereka kok bicaranya begitu?"
"Jangan percaya, Bu. Itu memang gosip yang entah siapa yang menciptakan. Saya juga bingung bagaimana mungkin mereka bisa menyebarkan fitnah, lalu memusuhi Mbak Vina. Apa mereka tidak punya perasaan. Lagipula, kalau tidak punya perasaan, setidaknya punya logika. Masa berani menyebarkan sesuatu yang hanya mereka dengar dari mulut ke mulut."
Bu Suri akhirnya mengatakan sesuatu yang mengejutkan yang tidak pernah kupikirkan sebelumnya.
"Kata mereka, ada teman mereka yang pernah bawa dan pakai Mbak Vina."
"Say what?"
"Iya, Mbak. Makanya saya bingung, antara susah percaya dan susah untuk tidak percaya."
"Saya pengen kenal, siapa laki-laki, teman mereka ini yang pernah bawa Mbak Vina."
Bu Suri hanya tersenyum dan menyisakan ekspresi antara tidak percaya, lega, sekaligus penuh pertanyaan. Lalu pembicaraan kami terputus begitu saja.

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...